Bi... Aku Mencintaimu...
Oleh: Abu Ayyesha
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS. At-Tahrim: 6)
Kuterima lagi hadiah doa dari Aby. Walau ia memiliki kekurangan, tetapi kelebihannya jauh lebih banyak. Dia setia, ganteng, cerdas, bertanggung jawab, berjiwa pemimpin, jago diplomasi ( merayu, maksudnya ) berkarisma, dll. Hmm, engkau memang tepat menjadi misuaku.
Telah kujadikan engkau dalam daftar Da'wah Fardiyahku, agar menjadi seorang ikhwah. Ikhwah yang akan turut mengokohkan barisan da'wah. Akhlak dasarmu sudah baik, tinggal sedikit dipoles, maka Insya Allah engkau akan menjadi jauh lebih ganteng dengan keikhwahanmu ^ _ ^. Amiin. Bangsa Arab dulu juga seperti itu
Aku siapkan agenda Da'wah Fardiyahku untukmu. Dari evaluasiku, di tahun pertama, engkau sedikit sulit dijinakkan (lho!. memangnya?). Afwan ya Bi, kalau istilahnya begitu. Karena kalau kata orang-orang, aku dan engkau bagaikan manusia dari Timur dan dari Barat. Hal itu sering membuat kita ada dalam kondisi perang dingin dan engkau sering membuatku berlinang air mata. Perbedaan Timur dan Barat itu sungguh kentara, tak ubahnya dua peradaban yang saling berbenturan. Karena engkau suka berkiblat ke millah (cara hidup) dan fikrah (pemikiran) Barat. Afwan, ketika itu pemahaman fiqh da'wahku masih kurang baik, sehingga aku langsung main marah saja kalau melihatmu melakukan hal-hal yang dilarang agama.
Tahun kedua, da'wahku mulai smooth ya. Maklum, istrimu ini baru paham fiqh da'wah. Ternyata dalam berda'wah kita harus lemah lembut dalam menyuruh dan melarang, mengerti apa yang harus dilakukan dan adil terhadap apa yang harus dilarang. Berda'wah itu harus bertahap, karena pemahaman setiap manusia berbeda-beda. Dan tentu saja, tugas kita hanyalah menyampaikan, sedangkan hidayah itu dari Allah saja. "Kamu tidak akan bisa memberi hidayah pada yang engkau cintai". Tambahan lagi, kesabaran adalah yang utama. Karena tanpanya, kita akan isti'jal (terburu-buru) inginkan hasil. Padahal Allah tidak menilai hasil, Dia menilai proses. Maafkan aku, Bi. Aku akan mulai mencoba memahami dirimu.
Aku termangu menerima hadiah doamu. Mmm.. engkau masih ingat, tidak ya ? Di minggu pagi yang cerah, aku duduk di ruang tengah dan engkau keluar dari kamarmu, hendak mencuci motor di depan rumah. Tapi aku tertegun melihat penampilanmu. Wah, ndak salah nih, gumamku kala itu. "Abi, kok pake celana pendek,
Di lain waktu, engkau kerap menggodaku, "Enaak nih Pizza Hut!", ujarmu sambil mengunyah sepotong pizza yang engkau tahu aku tidak menyukainya. Aku lebih suka empek empek, atau martabak telor, daripada makanan ala infor itu. Itu
Tahun ketiga, sudah ada dialog antara kita. Dan kalau di evaluasi, engkau hari ini sudah jauh berbeda dari 2 tahun yang lalu. Paling tidak, engkau tak lagi anti Islam, sudah rajin shalat, mulai menyadari perjuangan muslim di Palestina dan bertanya tentang Islam. "Mi, kenapa sih anak rohis di kampus itu, kecil-kecil dah pada nikah?
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaanmu. Oh..itu karena begini dan begitu, jawabku. Di lain waktu engkau bertanya lagi, Mi, memangnya manfaat Shalat Dhuha itu, apa? Oh. Itu karena begini dan begitu, jawabku. Engkau mengangguk-anggukkan kepala. Dan yang membuatku bersyukur adalah ketika engkau mendukung dan memberikan suaramu untuk partai Islam yang bersih dan peduli. Aku hanya bisa mengucap hamdalah.
Dan, aku masih termangu menerima hadiah doa darimu. Sifatmu yang keras, membuat aku teringat akan Umar bin Khattab yang juga keras, tapi lembut hatinya. Mungkin seperti itulah aku mengibaratkanmu. Keras di luarnya saja, tapi sesungguhnya hatimu lembut. Buktinya, engkau menangis kala mbak kita dalam proses ijab qabul. Dan bukankah dulu Umar benci Islam? Apatah lagi engkau tidak separah jahiliyahnya Umar, yang sampai mengubur hidup-hidup anak perempuannya. Sungguh aku yakin, engkau bisa berubah, sebagaimana keyakinanku dalam mentarbiyah para mad'u di kampus, karena memang fitrah manusia adalah Islam.
Hm !, dalam 3 tahun Da'wah Fardiyah, engkau belum juga menjadi ikhwan, belum "mengaji", belum berda'wah. Tetapi aku tak akan putus asa, karena engkau masku., karena aku sangat merindukan mempunyai mas yang ikhwan. Aku ingin kita sekeluarga selamat di dunia dan di akhirat. Sekali lagi, aku tetap yakin, manusia bisa berubah
Hadiah doa darimu membuat aku ingin terus berfikir. "Mas, sekarang engkau sedang apa ya? Jangan sering pulang malam, nanti sakit. Apakah sekarang engkau sudah menikah? Sudah punya anak? Apakah.. dan apak..ah. Aduuh ! sakit. Ya Rabbi !, sungguh dahsyat sakitnya kematian kala kecelakaan itu�. Kala ruh berpisah dengan jasad. Dan Illahi Rabbi.., walau sang maut menjemput bertahun-tahun lalu, tetapi sakitnya hingga detik ini masih kurasa. Ya Allah, aku masih dapat mengingat saat ibu, ayah, mbak dan masku menangisi aku yang terbujur kaku, mengantarku ke tempat peristirahatan Ya Rabbi, kala itu langit mendung, bunga-bunga ditaburkan di atas tempatku Sungguh kehidupan di dunia seperti sehari saja., atau kurang dari itu dan sungguh tak ada apa-apanya dibandingkan akhirat yang kekal. Akankah aku dapat bertemu lagi dengan keluargaku
(Merenung) Ya Rabbi, hingga kini, aku tidak tahu apakah masku sudah menjadi seorang ikhwan, yang menjadi bagian dari barisan da'wah untuk meninggikan kalimah-Mu. Apakah kami dapat bertemu dalam naungan-Mu Kurindu persaudaraan abadi, yang bukan hanya karena ikatan darah, tetapi akidah. Ibu.., ayah., mbak, mas. Aku mencintai kalian semua. Dan untukmu , aku mencintaimu karena Allah. Semoga kita dipertemukan kembali dalam naungan-Nya. Jazakallah Mas, atas hadiah-hadiah doamu selama ini, doa yang besarnya sebesar gunung, yang engkau kirimkan untukku setiap hari, di setiap shalat malammu. Aku mendengarnya ! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar