Minggu, 22 Februari 2009

Saat Kusentuh..

 

Saat Kusentuh Jemarimu Dengan Mesra

Author: Abu Authori

 

 

Jemari itu tak lagi lentik, terasa beda saat pertama

kali disentuh kala malam pertama. Kulitnya bersisik

dan berkerut, karena getir kehidupan. Guratan bekas

parutan pun membuatnya bertambah kasar. Tak jarang

jemari itu basah, menahan kristal-kristal bening yang

menggenang di telaga mata, pedih... teringat pedasnya

kata-kata yang pernah menusuk hati.

 

Kala keheningan malam menjamu temaramnya rembulan,

diukirnya do'a-do'a dengan goresan harapan, khusyu',

berharap regukan kasih sayang dari Sang Pemilik Cinta.

Hingga tubuh penat itupun bangkit, menatap belahan

jiwa dengan tatapan cinta, kemudian perlahan

dikecupnya sang kakanda dengan mesra.

 

Indah...

Sungguh teramat indah Al Qur'an melukiskannya, "Mereka

itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian

bagi mereka." [Al-Baqarah 187]

 

Adakah yang lebih indah dari rasa kasih sayang

diantara kedua insan yang berlainan jenis dalam sebuah

ikatan pernikahan? Ia adalah sebuah mitsaqan ghalidza

(perjanjian yang kuat), karenanya yang haram menjadi

halal, maksiat menjadi ibadah, kekejian menjadi

kesucian dan kebebasan pun menjadi sebuah tanggung

jawab.

Dua hati yang berserakan akhirnya bertautan, ibadah...

hanya itu yang dijadikan alasan.

 

Keindahan cinta dalam sebuah mahligai pernikahan

adalah harapan penghuninya. Cinta akan membuat

seseorang lebih mengutamakan yang dicintainya,

sehingga seorang istri akan mengutamakan suami dalam

keluarga, dan seorang suami tentu akan mengutamakan

perlindungan dan pemberian nafkah kepada istri

tercinta.

 

Cinta memang dapat berbentuk kecupan sayang,

kehangatan, dan perhatian, namun bunga cinta tetaplah

membutuhkan pupuk agar selalu bersemi indah.

Karenanya, segala kekurangan akan menumbuhkan

kebesaran jiwa, bahkan air mata yang mengalir itu pun

adalah sebagai tanda kesyukuran kepada Allah Subhanahu

wa Ta'ala, karena IA telah memberikan pasangan hidup

yang selalu bersama mengharap keridhoan-Nya.

 

Lalu, masihkah kehangatan itu nyata seiring

bertambahnya usia pernikahan?

 

Aaah...

Kadang kita sebagai suami lebih sering bersikap

dzalim. Kesibukan tiada henti, rutinitas yang selalu

dijumpai, lebih menjadi 'istri' daripada makna istri

itu sendiri. Masihkah ada curahan kelembutan dari

seorang qowwam (pemimpin) yang teduh? Adakah belaian

kasih sayang yang begitu hangat seperti kala pertama

kedua hati bersatu?

 

Saat-saat awal pernikahan, duhai sungguh romantis.

Rona mata penuh makna cinta terpancar saat saling

berpandangan, kedua tangan saling bergandengan, hingga

jemari tersulam mesra. Tak lupa bibir melantunkan

seuntai nada ...Sambutlah tanganku ini / Belailah

dengan mesra / Kasihmu hanya untukku / Hingga akhir

nanti...

Amboi... sungguh membuat iri mata yang memandang.

 

Malam dan siang silih berganti mewarnai hari, susah

senang hilang timbul bagaikan gelombang laut, keluh

dan bosan pun kadang menelusup, hingga akhirnya lirik

lagu cinta pun meredup ...Sepanjang jalan kenangan

kita selalu bergandeng tangan / Sepanjang jalan

kenangan kupeluk dirimu mesra / Hujan yang

rintik-rintik di awal bulan itu / Menambah nikmatnya

malam syahdu...

Akhirnya kemesraan pun hanyalah sekedar kenangan.

 

Entahlah...

Entah kemana canda yang dahulu pernah membuat istri

kita tertawa bahagia, ciuman di kening seraya berpesan

"Baik-baik ya di rumah," atau pun sekedar ucapan salam

"Assalaamu alaykum ummi," saat akan keluar rumah.

Bahkan, lupa kapan terakhir tangan ini menyentuh,

menggenggam mesra jemari istri tercinta. Padahal

dosa-dosa akan berguguran dari sela-sela jemari saat

kedua tangan disatukan.

 

Duhai Allah,

Airmata itu pernah tumpah, deras bercucuran

Luruh dalam isakan, menyayat kepedihan

Hanya karena enggan jemari ini bersentuhan

 

Ampuni diri yang dzalim ini yaa Allah

Sadarkan, sebelum saatnya harus beranjak pergi

Jauh, dan... tak akan pernah kembali

 

Wallahua'lam bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar